“ Ada
Cinta Dibalik Persahabatan”
Tulisan
ini aku persembahkan untuk orang tuaku tercinta, keluargaku, dan seseorang yang
selalu memberi semangat serta inspirasi.
Saat itu hujan turun dengan derasnya, aku tak tau apa yang akan
terjadi. Entah ini memang pertanda buruk, atau hanya firasatku saja yang
terlalu terbuai oleh suasana turunnya hujan. Karena mungkin, pada setiap
kejadian Tuhan memberikan pertanda dengan caranya sendiri. Ya, hujan deras ini
misalnya. Saat itu aku masih asyik dengan lagu Agnes Monica yang mengalun
lembut di earphone ku. Ya, aku suka sekali mendengarkan music dimanapun aku
berada, pecinta music pop, dan juga music ballad. Saat itu aku duduk di koridor
sekolah SMPN 2 Mojokerto, sekolah yang bisa dibilang favorit dan sudah
melegenda di kota darimana onde onde berasal.
“ Vi, masuk kelas yuk! Udah mau bel nih” sapa teman sebangku ku,
namanya Karin, cewek paling pendiem dan cengeng di sekolah ku. “Iya, kamu
duluan ajar rin!” ucapku. Entah saat itu aku hanya ingin sedikit lebih lama di
luar kelas, hatiku serasa ingin melihat suasana hujan sepanjang ia turun,
seolah olah ia tak akan turun lagi nantinya. Tak terasa bel masuk sudah
berbunyi, akupun bergegas dan beranjak memasuki ruangan kelasku. Sudah lima
menit setelah bel berbunyi, Guru IPA yang biasa disapa pak Imron belum juga
menampakkan wajahnya. Entah, tak biasanya guru ini telat masuk kelas, padahal
selama ini setiap pelajarannya beliau selalu ontime bahkan belum bel
masuk berbunyi saja beliau sudah menunggu di depan kelas sambil mengobrol
dengan murid – muridnya.
Waktu terus berjalan, kini seisi kelas sudah mulai ramai bahkan
bisa dibilang gaduh karena pak Imron belum dating juga. Ada yang curhat tentang
pacar, ada yang menyanyi seperti di konser dangdut tingkat Asia, ada yang
sekedar bercanda gurau dan bahkan tertidur pulas. Karena aku mulai bosan,
akupun akhirnya mengajak Karin keluar kelas, “Rin, keluar yuk?!” tanyaku,
Karinpun dengan semangat menganggukkan kepalanya. Entah ia sama sama bosan
sepertiku, atau hanya sekedar ingin menemaniku keluar kelas.
Kami pun berjalan menelusuri setiap koridor kelas, “Mau kemana Vi?”
ucap Karin, “Aku mau nemuin Randy sebentar rin, tunggu sini ya!” ucapku. Karin
pun menunggu didepan kelas IX D yang kebetulan saat itu juga tidak ada guru,
akupun lansung masuk seperti biasanya, karena mereka tahu aku teman dekat
Randy, jadi mereka berpikir aku kesana hanya untuk bertemu dengan Randy. Aku
dan Randy adalah sahabat dari kecil, bahkan sebelum kami menginjakkan kaki di
bangku sekolah, orang tua kami bersahabat, jadi tidak heran aku dan Randy sudah
bagaikan saudara kandung. Tidak hanya itu TK, SD dan SMP pun kami selalu
bersekolah di sekolah yang sama, jadi apapun yang dilakukan, disukai, dibenci,
atau hal hal sekecil apapun dari Randy aku menghafalnya diluar kepala.
Aku pun berjalan menuju bangku sahabat kecilku itu, namun aku tak
melihat sosok Randy, karena saat itu bangku ia tertutup oleh kerumunan siswa
yang sedang mengerjakan tugas oleh gurunya. Namun ada yang ganjal, Randy yang
aku kenal rajin, pendiam, dan cool itu sedang tidak berada dibangkunya.
Sungguh, ini pemandangan yang sangat jarang aku lihat. Tak biasanya saat jam
pelajaran seperti ini dia tidak duduk dibangkunya mengerjakan tugas ataupun
membaca buku, ah mungkin sedang ke kamar mandi saja, pikirku. Akupun bertanya
kepada teman sebangku Randy yang saat itu sedang mengerjakan tugas, “Rizal,
kamu tau kemana Randy?” tanyaku pelan, namun Rizal hanya menatapku tanpa
berkata sepatah katapun. “hellooo? Kamu denger aku kan?” tanyaku sambil
melambaikan tangan ku didepan wajahnya. Rizal pun mulai membuka mulutnya namun
tak berbicara seperti menahan kata kata yang ingin ia lontarkan kepadaku, aku
pun mengernyitkan dahiku, sebenarnya apa yang ia ingin katakana kepadaku?
Entahlah, aku mulai bertambah bingung melihat sikap Rizal yang gugup dan
seperti menyembunyikan sesuatu dariku.
Aku pun memutuskan untuk duduk di bangku Randy dan menatap Rizal
dengan penuh yakin. Karena aku tau sikap Rizal yang juga sama sama pendiamnya
dengan Randy, tak memungkinkan aku untuk bertanya dengan nada tinggi atau
membentak membentak dia untuk menanyakan dimana keberadaan Randy. “Zal, kamu
pasti tau kan Randy kemana?” tanyaku pelan dengan senyum lebar menghiasi
bibirku. Rizal pun mengangguk pelan dan mulai mempercayai perkataanku. Ia pun
mulai membuka mulutnya namun tetap dengan sedikit keraguan terlihat di raut
wajahnya. “Vi.. Randy titip pe..san ini untuk ka..mu, tapi sebelum kamu
membacanya, kamu harus janji untuk nggak sedih saat membacanya nanti”. Ujar
Rizal terbata-bata. Aku pun mulai penasaran sebenarnya pesan apa yang dititipan
Randy untuk aku, namun aku berusaha dengan sangat ceria menjawabnya “Iya Zal,
tenang aja!”. Rizal pun menyodorkan sebuah surat berwarna putih yang ditulis
dengan sangat sederhana dari sobekan buku tulis pelajaran. Aku pun menerimanya
dan mengucapkan terima kasih kepada Rizal serta melambaikan tanganku dan
bergegas pergi dari kelas itu.
“Vi, Randynya ada?” Tanya Karin. “nggak ada rin, tapi dia titip
surat ini buat aku, tumben banget tuh anak pakai nulis surat segala, biasanya kalau
kangen aja langsung nyamperin gue, nggak pake kirim SMS, WA, BBM, atau pun
Line! Dia tiba tiba muncul gitu aja, tapi kali ini kok beda ya rin?” jawabku
dengan nada sedikit heran. “hmmm mungkin dia lagi sakit atau kemana gitu, terus
hapenya ngedrop jadi nggak bisa hubungin kamu Vi!” ujar Karin. “iya
mungkin ya, ya udah balik ke kelas yuk, sekalian aku mau baca surat ini”. Ajak
Vivi sambil menggandeng tangan Karin.
Aku pun menyusuri koridor kelas menuju kelas IX A bersama sahabat
sebangku ku yang selalu mendengar keluh kesah, suka duka ku tentang perjalanan
hidupu selama 3 tahun di SMP ini. Setibanya di kelas, suasana kelas masih tetap
saja, seperti saat terakhir kali au meninggalkan kelas tadi. Ramai, gaduh dan
banyak suara tertawa ataupun menyanyi dengan nada yang tidak teratur dan juga
suara fals yang sudah mencapai puncak akhir. Akupun langsung menuju
bangku dengan Karin. Tak seorang pun yang menyadari aku dan Karin keluar kelas
ataupun sudah masuk ke ruang kelas lagi. Aku tak tau kenapa hatiku terasa cemas
ketia akan membuka surat dari Randy. Namun ku beranikan diriku untuk membukanya
secara perlahan dan membaca isi suratnya.
“ Vivi, maaf ya sebelumnya
aku nggak bilang dulu sama kamu. Aku cuman nggak sempet untuk bilang sama kamu
langsung, karena ini benar – benar mendadak. Akupun juga nggak bermaksud untuk
buat kamu sedih. Karena mungkin ini yang terbaik untuk keluargaku. Ayahku
diangkat menjadi kepala sekolah di salah satu sekolah SMA di daerah Surabaya.
Aku hanya ingin menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtuaku. Jadi aku
dengan terpaksa harus ikut mereka untuk pindah ke Surabaya. Surat ini aku tulis
tadi pagi, saat kedua orang tuaku menjemputku ke sekolah. Dan saat aku lihat
kamu masih mengerjakan ulangan harian, jadi aku memutuskan untuk menulis surat
ini dan menitipkannya pada Rizal. Karena aku nggak mungkin untuk mengganggu
sahabatku yang sedang mengerjakan ulangan, apalagi jika harus membuatnya sedih
nantinya. Semoga suatu hari nanti Tuhan mengizinkan kita bertemu lagi ya,
jangan suka bolos sekolah, apalagi dengerin music saat guru nerangin hehe.. “
Salam
manis dari sahabat kecilmu,
Randy Dwitama
Akupun menutup surat itu dan berlari
keluar kelas. Karin yang melihat aku tiba – tiba beranjak dari bangku pun
langsung berteriak memanggilku, namun aku tak menghiraukannya sama sekali.
Entah saat itu aku tak tau apa yang aku rasakan. Antara sedih, kecewa, marah
semuanya beradu menjadi satu. Satu tempat di sekolah ini yang ingin aku tuju,
yakni sebuah tempat duduk kecil di taman belakang sekolah tempat aku dan Randy
selalu bercanda, bercerita bahkan belajar bersama. Iya, dia tak hanya sosok
sahabat, kakak ataupun saudara. Bagiku ia juga guru private yang setiap saat selalu ada ketika
aku tak memahami penjelasan guru dikelas. Maklum aku sering mendengarkan music
ditengah pelajaran, entah karena bosan ataupun mengantuk. Hanya hal itulah yang
bisa membangkitkan mood dan semangatku kembali. Akupun menangis sejadi-jadinya
disana. Aku kecewa sekali mengapa sahabatku itu pergi tanpa mengucapkan selamat
tinggal dan bertatap muka bersamaku. Sampai sebuah gadis yang sudah tak asing
lagi bagiku menghampiriku dengan membawakan tas sekolahku, “Vi, bel pulang
sekolah sudah berbunyi dari tadi, pulang yuk. Nanti kamu bisa ceritain semuanya
sama aku” ucap Karin lembut sambil mengelus punggungku. Aku pun mengangguk
pelan dan beranjak pulang bersama Karin.
4
Tahun Kemudian…
Aku duduk disebuah taman kecil
didepan kampus yang letaknya berada di jantung kota Malang. Seperti biasanya,
aku hanya duduk termenung sambil mendengarkan music favoritku dengan headset
yang tak pernah keluar dari tas kecilku. Sekilas aku melihat sahabat kecilku
lewat di gerbang kecil yang tak jauh dari tempatku duduk. Namun mana mungkin
dia juga berada di kampus ini. Rasanya mustahil jika harus selalu bermimpi
bertemu lagi dengannya. Karena selama empat tahun ini aku sama sekali tak
mendengar kabar dari dia. Apalagi bertemu dengan sosoknya yang slama ini tak
pernah hilang dari ingatanku.
“Vi” sapa dinda teman sekelasku,
“hai din!” ucapku, ia pun menghampiriku dan bertanya tentang tugas yang baru
saja diberikan oleh dosen. “vi, uda ngerjain metpen?” ucapnya sambil membolak
balik catatan mata kuliah yang sepanjang semester dosennya jarang sekali masuk.
“kamu lagi nyari apa? Dosen aja jarang masuk apalagi nerangin? Mana ada
catatannya haha” gurauku. Ia pun tertawa keras seraya menutup buku catatannya.
“oh iya ya, ngomong ngomong tugas ahir mata kuliah metpen uda kamu kerjain
belum? Lihat dong kalau uda selesai” ucapnya. Namun aku hanya tertawa sambil
menggeleng pelan. “sama saja kalau gitu vi” ucap dinda kepadaku dan kita pun
sama sama tertawa lepas di taman yang sangat favorit di kalangan kampus itu.
Sudah 4 tahun 2 bulan 3 hari sejak
kepergiannya, namun tetap tak kunjung datang kabar dari sahabat kecilku yang
sangat aku rindukan itu. Hingga pada suatu hari terdengar bunyi telepon di
hpku, kulihat layar hpku. Namun sama sekali aku tak mengenal pemilik nomor telepon
yang muncul dilayar hp. Aku tertegun ketika ku terima telepon itu dan ia
mengucapan salam. Salam yang penuh dengan kehangatan dan kerinduan. Namun aku
tetap tak menjawabnya, hatiku terenyuh mendengar suara yang jelas jelas aku tak
pernah melupakannya. Tuhan.. inikah jawaban dari doa-doaku? Ataukah Kau
kirimkan padaku sosok lain yang sama sepertinya ataupun menyerupainya?
Entahlah. Sampai ia pun mengulangi salam nya hingga tiga kali, dan baru saat
itu aku tersadar. Mataku mulai berbinar, kujawab salam nya pelan ia pun tertawa
manis. “Apa kabar sahabat ku yang manja dan cerewet ini?” bibirku mulai
tersenyum namun masih kaku untuk menjawab pertanyaanya. Tanpa basa basi ia pun
langsung berkata “ besok, aku tunggu di taman depan kampus jam 1 siang , tempat
kamu biasa melamun haha Bye vivi” ucapnya sambil menutup telepon itu.
Esok
harinya di taman kampus..
Kulihat jam menunjukkan pukul 12.45
saat itu aku baru saja keluar dari kelas karena ada kuliah pengganti minggu
lalu. Aku pun langsung mempercepat langkahku menuju taman kampus. Di perjalanan
hatiku sangat gugup, jantungku berdetak tak karuan, seperti ingin bertemu
dengan seseorang yang tak pernah aku kenal. Sebenarnya aku yakin siapa pemilik
suara ditelepon kemarin. Namun aku tak ingin membiarkan rasa penasaranku
menggebu menggebu begitu saja. Biarlah 15 menit aku menunggu kedatangannya
sambil menenangkan perasaanku yang bercampur asuk menjadi satu.
Kudengar langkah kaki menghampiriku.
Aku pun mulai menerka nerka dalam hati. Benarkah ia yang kemarin menghubungiku.
Aku pun menoleh, ia pun tersenyum kearahku. Kulihat sosok laki laki yang
tinggi, gagah serta berkulit putih tersenyum dengan sangat manis kepadaku. Aku
sama sekali tak mengenali postur tubuhnya, namun wajahnya, wajahnya sama sekali
tak berubah. Ia tetap sahabat kecilku yang tampan dan juga lucu. Aku tersenyum
lebar, mataku mulai berbinar melihatnya, ingin sekali aku memeluknya karena
terlalu merindukan dia. Ia pun menghampiriku dan duduk di sebelahku.
“sebenarnya dari dulu kita tak pernah jauh vi..” ucapnya. “maksud kamu?”
tanyaku penasaran. “ dari sejak kita SMA aku selalu berada didekatmu, aku tetap
bersekolah di mojokerto, aku memperhatikanmu setiap berangkat dan pulang
sekolah, bahkan aku pernah mengikuti bis yang kamu naiki saat kamu pulang
sekolah. Aku selalu memastikan kamu baik baik saja walau tanpa aku. Dan saat
kita berada di perguruan tinggi, aku mencari tau keberadaanmu, sebenarnya aku
sudah diterima di universitas negeri di Surabaya, namun aku tetap dengan
keteguhanku ingin menjaga dan melindungimu walaupun kamu tak pernah melihatku.
Jadi aku memutuskan untuk pindah ke kampus yang sama denganmu vi, hanya saja
karena luasnya arena kampus ini, kamu jarang sekali melihatku. Walaupun aku,
yah.. selalu melihatmu dan menjagamu dari kejauhan” Randy, sahabat kecilku
menjelaskan itu dengan penuh senyum dan sedikit keraguan takut aku tak bisa
mempercayai ucapannya.
Aku pun terdiam, namun aku tak
memalingkan wajahku kearahnya, aku berpikir bagaimana mungkin aku tak pernah
melihatnya padahal ia selalu berada di dekatku dan mengawasiku? Aku pun
mengernyitkan dahiku dan menatap Randy dengan tatapan tajam. Randy pun juga
mengernyitkan dahinya, “kamu nggak mau maafin aku ya? Pasti kamu juga nggak
percaya yang aku ceritain barusan? Ya sudahlah aku nggak maksa” ujar Randy
pasrah. Akupun hanya diam tak menanggapinya. Randy pun ikut terdiam dan mulai
memalingkan mukanya, mungkin ia kecewa sekali melihat sikapku. Namun saat ia
menoleh lagi kearahku “Taraaaaaaaaaaa” aku pun tertawa puas kearahnya, tak ia
sangka aku hanya bercanda dan berpura pura tak memaafkan kesalahannya. Randy
pun ikut tertawa dan mengusap kepalaku. Sungguh tak ku sangka sahabat kecil
yang selalu kurindukan itu kini kembali lagi.
Biografi
Penulis

Cewek scorpio ini sebelumnya pernah menulis 2 buah novel, yang
pertama berjudul “A Little Star For Love” dan “Angel Without Wings”.
Tak banyak memang, namun ia melakukan hal tersebut untuk mengisi waktu luang
saat duduk di bangku SMP dan SMA. Saat duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah, ia
12 kali berturut turut menjadi juara 1 dikelas. Yakni, dari kelas 1 sampai
kelas 6 SD. Saat SD ia juga menjadi siswi teladan kabupaten Mojokerto, dan
menjadi peringkat 1 Hasil Ujian Akhir Madrasah terbaik se Kecamatan
Dawarblandong. Selain itu ia juga pernah meraih juara 1 Cerdas Cermat Islam
tingkat TPQ se Kecamatan Dawarblandong.
Cewek keturunan jawa asli ini mempunyai hobby bernyanyi. Sejak ia
menimba ilmu di TPQ Al-Hidayah ia aktif di kegiatan santri Banjari, dan menjadi
vokalis banjari Al-Hidayah selama 3 tahun. Saat masuk di Sekolah Menengah
Pertama dan Sekolah Menengah Atas ia juga menjadi vokalis banjari di Grup
Banjari An-Nukhbah, yakni pelopor grup banjari di Pondok Pesantren Al-Multazam
Mojokerto. Ia juga sering mengikuti berbagai lomba banjari di tingkat kabupaten
atau provinsi, seperti Festival Santri se Jawa Timur yang biasanya di adakan di
Universitas Airlangga setiap tahunnya.
Selain aktif dalam kegiatan santri banjari, saat SMP ia selalu
menjadi sekertaris kelas pada 3 tahun berturut-turut, dan juga pernah menjadi
ketua kamar di Ponpes Al-Multazam. Pada saat SMA, ia aktif dalam Organisasi
Siswa Intra Sekolah, dan menjadi sekretaris bidang Seni dan Kewirausahaan.